MEDAN – Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) didesak segera mengusut dugaan manipulasi dan korupsi dalam pelaksanaan 2 proyek peningkatan jalan senilai Rp6,5 miliar di Batu Runding, Kecamatan Dolok, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), yang potensi kerugian negara ditaksir mencapai hampir Rp4 miliar.
Dua proyek dimaksud yakni, Peningkatan Jalan Jurusan Panasahan – Batu Runding (DANA PEN) dengan anggaran Rp4 miliar, dan Peningkatan Jalan (Rekonstruksi) Jalan Batu Runding – Parmeraan (BKP 2022) senilai Rp2,5 miliar, yang ditender pada Februari dan Agustus 2022 lalu dan selesai dikerjakan di akhir tahun yang sama.
Dua proyek, yang proses tendernya sejak awal tampak ‘dikondisikan’ untuk memenangkan kontraktor tertentu itu, mendapat sorotan dari berbagai kalangan karena kualitas jalan yang dianggap tidak setara dengan nilai anggaran yang digelontorkan.
Memprihatinkan, jalan yang diharapkan membawa manfaat untuk menopang roda perekonomian masyarakat Paluta, justru banyak rusak, meskipun baru selesai dibangun beberapa bulan.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU), Azhari AM Sinik, kepada wartawan, Rabu (19/1/2023), terkait temuan lembaganya usai meninjau jalan yang selesai dikerjakan di Batu Runding.
“Proyek itu dikerjakan asal jadi, sekedar tayang. Jalan sudah banyak lubangnya, genangan air bahkan membuat jalan tampak hampir terputus. Padahal baru selesai dikerjakan. Sungguh pantas jika proyek ini disebut proyek tayang. Yang penting selesai, meskipun rusak dalam 3 bulan,” ucapnya.
Proyek tayang dan asal jadi, sambung Azhari, bisa dilihat dari hasil proyek, yang biasanya setelah 3 bulan akan rusak. Jalan tidak akan pernah utuh layak dipergunakan masyarakat selama bertahun-tahun, hanya sesaat saja.
“Dari investigasi di lapangan, indikasi manipulasi dan korupsi dalam pelaksanaan proyek sangat mencolok. Secara terang benderang juga terindikasi melanggar undang-undang jasa konstruksi jalan. Ini tidak bisa dibiarkan, dan mesti dibawa ke ranah hukum,” tegas Azhari, yang akrab dipanggil Wak Item.
Pegiat anti korupsi di Sumatera Utara ini menilai, semestinya dalam proyek peningkatan jalan dengan kondisi lapangan seperti itu, kontraktor melakukan pemadatan badan jalan terlebih dahulu, kemudian menimbun dengan batu.
“Proyek ini kan menggunakan aspal cair, bukan hotmix. Teknik pengerjaannya biasa dimulai dengan pembersihan lokasi, kemudian penyerakan sirtu. Dilanjutkan pemasangan onderlagh dengan batu kali atau lainnya, supaya jalan lebih bagus. Usai itu baru diaspal, dilapisi lagi batu kaca dan disiram pasir. Ini gambaran teknis pembangunan jalan menggunakan aspal cair, bukan hotmix,” terang Azhari.
Ia pun mensinyalir, 2 proyek peningkatan jalan yang dikerjakan pihak kontraktor, hanya setara 40 persen dari anggaran yang digelontorkan pemerintah!
“Taksiran kita, dua proyek ini hanyalah di kisaran angka Rp2,6 miliar atau setara 40 persen dari total anggaran keseluruhannya, sebesar Rp6,5 miliar,” paparnya.
Dari dua proyek peningkatan jalan di Batu Runding itu, Azhari menyebut negara berpotensi dirugikan hampir Rp4 miliar, sebesar 60 persen dari gelontoran anggaran kedua proyek itu.
“Kita mendesak pihak Kejatisu untuk turun mengusut pelaksanaan proyek di Batu Runding Paluta, karena potensi kerugian negara cukup besar,” tegasnya.
Apalagi, lanjutnya, proses tender di salah satu proyek tersebut juga sudah bermasalah sejak awal. Proses tender belum selesai, pengerjaan sudah dimulai. Sebut Azhari merujuk pada proses tender proyek Peningkatan Jalan (Rekonstruksi) Jalan Batu Runding – Parmeraan (BKP 2022) senilai Rp2,5 miliar yang sarat dugaan penyelewengan, kolusi dan korupsi.
“Kita juga meminta Kejatisu segera bertindak memeriksa Panitia ULP Paluta agar persoalan ini semakin terang benderang,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Sinik mengatakan, proyek tender Peningkatan Jalan Batu Runding – Parmeraan senilai Rp2,5 miliar, terkesan sudah dikondisikan sejak awal. “Pemenang tendernya tidak jelas kapan diumumkan LPSE. Namun, temuan di lapangan, proyek sudah dikerjakan. Ini sungguh aneh,” katanya.
Begitu juga soal proses tender proyek Peningkatan Jalan jurusan Panasahan – Batu Runding dengan anggaran Rp4 miliar. Tercatat di LPSE ada 12 peserta tender, namun hanya satu peserta yang memberikan penawaran.
“Ini kan ajaib, hanya satu peserta yang menyampaikan penawaran, padahal ada 12 peserta tender. Kuat dugaan, praktek-praktek seperti itu banyak terjadi di Paluta. Tidak tertutup kemungkinan, di tender-tender proyek lainnya juga terjadi hal serupa. Pemenang tender diduga sudah dikondisikan sejak awal, untuk keuntungan segelintir oknum,” tegasnya.
Ia pun meminta kejatisu segera turun mengusut dugaan-dugaan penyelewengan, kolusi dan korupsi tender-tender proyek di Paluta, agar tidak ada keraguan di tengah-tengah masyarakat.
Azhari menyayangkan, bila proyek-proyek yang dikerjakan menggunakan uang rakyat, yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat melalui prasarana yang layak, justru dimanfaatkan segelintir oknum sebagai ajang meraup keuntungan pribadi.
Sementara itu, dari penelusuran data di LPSE, tercatat proyek Peningkatan Jalan jurusan Panasahan – Batu Runding (DANA PEN) dengan anggaran Rp4 miliar dimenangkan CV Prima Hampung Sakti, yang beralamat di Jl Cendana I No 11, Batunadua, Padangsidimpuan.
Sedangkan proyek Peningkatan Jalan (Rekonstruksi) Jalan Batu Runding – Parmeraan (BKP 2022) senilai Rp2,5 miliar, di data LPSE online tidak tertera nama perusahaan pemenang tendernya. Namun dari plank proyek di lokasi diketahui pelaksana adalah CV Simataniari. (Red)