PONTIANAK – Bocah berusia enam tahun, Ahmad Nizam Alfahri, ditemukan tewas di dalam karung di Kelurahan Parit Tokaya, Kecamatan Pontianak Selatan, Kalimantan Barat (Kalbar), Kamis (22/8) sekitar pukul 19.05 WIB.
Temuan jasad bocah itu terjadi setelah sebelumnya Ahmad diduga menjadi korban penculikan.
Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Raden Petit Wijaya menyebut berdasarkan penyelidikan korban selanjutnya diketahui dibunuh oleh Ibu tirinya, Iftahurrahman (24).
Petit menjelaskan peristiwa itu bermula saat korban pulang ke rumah pada Senin (19/8) sekitar pukul 11.00 WIB. Korban tiba-tiba dimarahi oleh pelaku tanpa alasan jelas.
“Korban dimarahi oleh pelaku dan dalam keadaan hujan deras, korban juga dikunci di halaman belakang rumah, tidak boleh masuk rumah dan tidak diberi makan,” jelas Petit dilansir dari detikcom, Sabtu (24/8).
Korban kemudian baru dibolehkan masuk rumah oleh pelaku pada pada, Selasa (20/8) pukul 11.00 WIB. Pelaku yang melihat anak tirinya dalam keadaan lemas kemudian mengizinkan Ahmad masuk ke rumah untuk mandi.
“Saat melihat korban berjalan dalam keadaan lemas dan sempoyongan, pelaku tidak sabar dan mendorong korban di depan kamar mandi, hingga korban terjatuh dan kepala korban terbentur ubin lantai kamar mandi,” jelasnya.
Namun setelah mandi, tiba-tiba kondisi kesehatan korban menurun lantaran tidak diberi makan. Saat pelaku keluar kamar dan melihat korban sudah susah bernapas, lalu pelaku mencoba memberikan bantuan pernapasan yaitu dengan cara meniup mulut dan menekan dada korban.
Saat itu, lanjut Petit, kondisi napas korban mulai teratur. Namun tidak berselang lama, korban kembali sulit bernapas hingga pelaku kembali memberi napas bantuan berkali-kali.
“Ketika pelaku mendekati korban dan hendak membantunya untuk memberikan bantuan pernapasan kembali, pelaku mendapati korban sudah tidak bernapas lagi,” ujarnya.
Pelaku yang panik melihat korban tidak bernyawa lagi, kemudian menyeret jasad korban ke belakang rumah. Saat itulah mayat korban dibungkus plastik dan dimasukkan dalam karung.
“Pelaku langsung membungkus tubuh korban dengan beberapa plastik dan kemudian memasukkan tubuh korban ke dalam karung yang sudah dipersiapkan, serta menyeret dan mendorong tubuh korban ke dalam celah antara dinding rumah pelaku dan tetangga sebelah/dinding rumah orang lain,” jelas Petit.
Petit menyebut korban sebelumnya sempat diduga diculik oleh OTK. Hal itu diduga setelah ayah kandung korban pulang ke rumah pada Rabu (21/8). Namun ayah korban curiga karena tidak mendapati anaknya. Pelaku lantas berbohong kepada suaminya bahwa korban sudah dijemput oleh dua orang tidak dikenal.
“Pelaku beralibi bahwa korban sudah diberikan kedua orang laki-laki yang disuruh oleh ayah korban untuk menjemput korban. Mendapatkan penjelasan seperti itu dari pelaku, ayah korban percaya dan menganggap bahwa korban telah diculik,” jelas Petut.
Ayah korban kemudian melaporkan ke Mapolda Kalbar atas dugaan penculikan. Namun polisi justru kesulitan melakukan penyelidikan karena tidak ada bukti.
Belakangan, ayah korban mendapat telepon dari mertuanya yang menginformasikan bahwa korban telah meninggal.
Ayah kandung korban pun melakukan pencarian hingga mendapati adanya bau menyengat di samping rumah. Mayat korban pun ditemukan di dalam karung di rumahnya di Kelurahan Parit Tokaya, Kecamatan Pontianak Selatan, Kamis (22/8) sekitar pukul 19.05 WIB.
“Setelah dibuka akhirnya terlihat sepasang kaki kecil yang terbungkus oleh plastik warna hitam dan hijau, dan benar adanya bahwa kaki itu adalah kaki anak kandungnya,” paparnya.
Ayah kandung korban kemudian melaporkan temuan itu hingga ibu tiri korban ditangkap. Dari hasil pemeriksaan, pelaku mengakui telah menganiaya korban hingga tewas dan menyembunyikan mayatnya di dalam karung.
“Pelaku sekaligus mengakui membungkus mayat korban menggunakan plastik dan karung sampai dengan menyembunyikan mayat korban di celah dinding samping bagian dalam rumahnya,” ungkap Petit.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan dijerat Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku terancam hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 3 miliar.(dtc/bj)